Para pembaca yang budiman, saya sebagai penulis terbangun jiwa untuk menulis tentang nilai-nilai peninggalan leluhur Nusantara dalam hal perjuangan untuk menjadikan negara Indonesia bermartabat dan membumbung tinggi keharuman negara kita, menjadi Mercusuar Dunia.
Sebuah ramalan Sabdapalon yang terus hidup di hati rakyat Nusantara dan tetap eksis mengikuti perkembangan zaman. Ramalan ini menjadi patokan dan tolak ukur negeri Indonesia dalam perjalanan dari zaman ke zaman menjalani hidup berbangsa dan bernegara.
Dalam kitab Sabdapalon di terangkan dalam pupuh Sinom, bahwa pada tahun “Lawang Sapto Ngesti Haji” (1879 tahun Jawa) perjuangan bangsa kita baru sampai pertengahannya, ungkap penulis yang menuliskan buku berjudul “Revolusi Kita” dalam peranan Ramalan Jayabaya (1958 Masehi). Pada saat itu bangsa kita masih dalam memperjuangkan kemerdekaan, untuk mencapai kebahagian, ketentraman memang harus berkorban, dalam pepatah Jawa ” Djar basuki mawa beja”.
Penulis semangat dalam menuliskan prihal ramalan Sabdapalon ini karena pada kondisi zaman ini apa yang terjadi mirip dengan Ramalan Sabdapalon, seperti zaman kembali pada kisah dahulu, dan apa yang terjadi di kehidupan berbangsa kita tidak jauh dari cerita masa lalu, sejarah berulang kembali. Ramalan Sabdapalon diantara yang sesuai kondisi kehidupan negara kita zaman ini yaitu:
1. Muncul berbagai macam bahaya di tanah Jawa, pokok dasar bahaya itu atas kehendak Tuhan yang memperingati kepada manusia bahwa semesta alam ini ada yang menciptakan, harus tunduk pada aturan Tuhan.
2. Bencana banjir, angin ribut, gunung meletus, tanah retak, gempa bumi dan bencana alam lainya. Gunung akan memuntahkan lahar panas nya, merusak rumah, kebun dan hutan, manusia banyak yang mati begitu juga hewan.
3. Tanah tidak subur, banyak hama, tanaman gagal, banyak pencuri, penjarahan, perampokan di mana-mana, rusak moral dan akhlak.
4. Gelombang besar laut naik ke darat, pohon tumbang karena akibat air laut, dan hujan angin, batu-batu beser hilang ke seret air, bukit-bukit longsor.
5. Manusa akan banyak yang musnah karena bermacam-macam wabah dan bencana. Mahluk yang masih terus hidup bersyarat dapat menolak bahaya adalah manusa yang memiliki SYAHADAT YANG SAMPURNA, sempurna hidup sejati, membuktikan dengan kesungguhan hati, yang dapat mencapai keadaan mati dalam hidup.
6. Untuk mencapai itu harus menemui guru yang benar, yang mahir dalam ilmu kesempurnaan itulah guru yang dapat kamu turuti.
7. Sabdapalon akan datang kembali membawa ajaran Budi (Agama Budi) agar kembali manusia memilik budi luhur. Ajaran budi itu tidak membedakan golongan, pangkat dan agama. Budi luhur dengan adat, adab dan budaya yang dapat selamat dari bahaya. Budi luhur tidak menolak membedakan suku, ras, sekolah tinggi atau rendah.
8. Tuntutan leluhur manusia menjadi “MANUSIA MAHAUTAMA” yaitu manusia yang beragama, berilmu tinggi, kemuliaan, kebijaksanaan dan memiliki kepribadian budi luhur. MANUSIA MAHANISTA yaitu manusia beragama, pendidikan tinggi, berpangkat besar tapi tidak sombong.
Sabdapalon menerangkan, bahwa ramalannya akan terjadi di lima abad setelah dia meninggalkan Prabu Brawijaya, raja Majapahit. Kerajaan Majapahit runtuh pada abad ke15, Sekarang kita menginjak abad ke 21.Tanda- tanda alam dan gejolak sosial masyarakat sudah terjadi, bencana alam, bencana moral, saat ini sedang terjadi kita harus eling dan waspada.
Seorang pujangga Ronggowarsito dalam kitab “Kalatida”, beliau ahli kesusastraan Jawa dan ahli kebatinan. Ronggowarsito juga menuliskan tentang zaman edan atau zaman pancaroba yang akan datang (kolo bendu) bisa di sebut juda Revolusi. Bahwasanya Jaka Lodang, setelah meloncat dan duduk di atas pohon memberikan penerangan tentang zaman edan. Pada zaman edan memuncak, banyak perbuatan jahat, orang yang tidak jujur semakin berlaku penuh angkara murka, timbul keributan dalam masyarakat, kejahatan merajalela tidak dapat di atasi dengan sikap bijaksana, orang sebagian besar mementingkan harta benda, di kondisi saat ini kehidupan rakyat berkerja keras untuk mendapatkan harta, dengan jalan pintas, mencuri, berjudi, mengambil yang bukan haknya, namun di akhirnya orang itu akan jatuh dalam lembah kemelaratan. Para pejabat, pengusaha yang membabi buta mementingkan harta benda, pejabat korupsi, pengusaha yang licik dan serakah, hubungan persaudaraan putus tidak ada rasa kangen, para cerdik pandai tak berkutik, koruptor merajalela.
Dalam zaman pancaroba banyak rupa-rupa beban yang di pikul oleh rakyat. Pembayaran pajak oleh rakyat yang berlipat naiknya. Kondisi negara kita saat ini hal pajak naik dan rupa-rupa pajak yang muncul, menyetel lagu di area hiburan, restoran saja kena pajak, pajak bumi dan bangunan naik sampai 250 pesen seperti yang terjadi di kota Pati Jawa Tengah yang sedang viral. Pada saat rakyat dalam kesulitan ekonomi, usaha banyak yang gulung tikar, pengangguran semakin banyak, kebutuhan hidup bahan pokok terus naik meroket, rakyat terhimpit pajak yang di naikan, namun gajih pejabat di naikan. Negara kita saat ini dalam masalah kenaikan pajak dan beban pajak yang semakin bertambah.
Pembaca yang budiman kondisi bangsa Indonesia saat ini di abad 21 ini sedang dalam kondisi sesuai dengan ramalan Ronggowarsito. Cocok tidaknya Ramalan itu saya kembalikan pada penilaian pembaca.
Kutipan ramalan di tulis dalam tembang Gambuh, bahasa Jawa :
1.Jaka Lodang gumandul, praptaning pang ngetang krong sru muwus, wahanane jen kalabendu nekani, tingaling djanma sawegung, tan Iyan arta kang katongkon”.
2.” Prandene malah larut, amelarat lir binirat karut, warna-warna wadale, kawula tjilik, padjege rangkep kang mupu, pradjane sugih bot repit”.
3.” Tan ana warta tuhu,. mari kangen wong sanak sadulur, niring tata sudjanma sardjana kontit, dursila kendel di larung, kang bandol tulus mendosol. ”
Pada zaman edan orang jatuh tidak tahan uji. Mereka yang berbuat tidak jujur mendapat keuntungan besar, sedangkan yang tetap lurus hati tidak memperoleh apa-apa, bahkan mereka menderita kelaparan. Meskipun demikian perlindungan Tuhan bagi orang yang tetap dapat mengendalikan nafsunya (tetap imannya) dan waspada akhirnya akan lebih bahagia. Tembang Sinom dari Kalatida yang kutipannya yaitu” Amenangi jaman edan, ewuh aja ing pambudi, milu edan ora tahan, jen tan melu anglakoni boja kaduman melik. Kaliren weksanipun, dilalah karsa Allah, begdja-begdjane kang lali, luwih begdja kang eling lan waspada.
Pada zaman pancaroba penderitaan rakyat semakin parah, perbuatan jahat merajalela. Kehidupan semakin rusak dan menimbulkan kegelisahan pada rakyat.
Keamanan lenyap, huru hara di mana- mana, terdengar ratap tangis manusia di mana-mana. Segala ikhtiar untuk mencegah kekacauan itu akan gagal dan orang semakin tidak berdaya. Zaman edan telah membutakan, banyak orang yang menjadi ular berkepala dua untuk mendapatkan keuntungan dari kedua belah pihak. Untuk kepentingan diri sendiri tidak segan-segan menjatuhkan nama pemimpin yang tidak salah. Fitnah merajalela saling menjatuhkan.
Penderitaan semakin parah, orang-orang semakin kurang ajar, kerusuhan semakin hebat. Kegemparan dan kesedihan terjadi di mana-mana, kesesatan semakin banyak, hidup dengan penuh kecurangan. Zaman edan, pancaroba atau revolusi ini adalah zaman kerusakan akhlak, hilangnya kesadaran manusia sebagai manusia, prilaku sudah berubah menjadi prilaku hewan. Menurut keterangan Tjantrik Wilis (Martoatmodjo) zaman edan di sebut sebagai “Kiamat Kubro”, lamanya 11 tahun. Menurut ramalan Pasundan penderitaan zaman edan lamanya 7 tahun. Ramalan Pasundan di uraikan yaitu:
“Trang-trang kolentrang, si Londok paeh nundutan, cabut pedang kabuyutan, tikusruk kana durukan, dibura ku ladja tuhur, ladja tuhur kenging ngunun, kenging ngunun tudjuh tahun, kadalapan pananggalan, njeh-njeh prot. ”
Artinya: Waktu bangsa Indonesia telah mendapatkan wahyu kemerdekaan, orang insaf akan maksudnya perang melawan penjajah. Namun masih ada orang yang hidupnya seperti bunglon (londok), ikut sana ikut sini.
Menurut ramalan Pasundan orang yang berkepala dua ini akan binasa karena di basmi dan di hukum mati. Di dalam ramalan Pasundan di ramalkan selama 7 tahun, berlangsung semangat kebangsaan kita tetap terpelihara. Selama 7 tahun kita di gantung sampai menjadi kering. Kering atau garing yaitu rakyat untuk habis-habisan, rakyat menderita dan Kerugian banyak sekali, kering tidak dapat mengalirkan apa-apa. Ramalan Pasundan menggambarkan yang pahit, namun di katakan “Kedelapan penanggalan” artinya tahun ke delapan ada mulai perbaikan.
Pada zaman penjajahan kolonial bersamaan adanya perang Pasifik, Jepang bermusuhan dengan Sekutu (Inggeris dan Amerika), terhitung 7 tahun dari tahun 1942 sampai 1949. Menginjak tahun 1950 orang sudah dapat tertawa, masuk pada zaman sejahtera, tidak ada perang tidak ada penjajahan. Ahir bulan Desember 1949 kedaulatan atas Indonesia
di serahkan oleh Belanda kepada Indonesia. Mulai tahun itu orang banyak bahagia, aman, hilang kesedihan namun revolusi kita jauh belum selesai. Artinya ramalan Ronggowarsito, Ramalan Pasundan terbukti, akankah hitungan dari tahun 2025 sampai 2032 akan terbukti, kita rakyat Indonesia saksikan bersama dalam situasi itu kita tetap mawas diri, hati-hati, eling dan waspada.
Menurut hitungan Kalender Caka sunda di tahun 1962, tahun Monyet Kuntara yang saat ini memasuki windu kuntara, tahun 2025 Masehi adalah 8 tahun sesuai hitungan 1 windu (8 tahun) artinya zaman edan di hitung dari tahun 2025 sampai tahun 2032. Tahun Monyet Kuntara menyimbolkan tahun keserakahan dan ketamakan, dapat kita rasakan dengan DPR sebagai wakil rakyat mendapatkan gajih dan tunjangan besar, nilai uang yang membuat sakit hati rakyat, sementara rakyat di bebani pajak yang terus naik dan macam-macam pajak bertambah, Kehidupan huru-hara akan kita hadapi 8 tahun kedepan, masih sangat lama rakyat dalam kondisi huru-hara, pancaroba, kita rakyat harus eling dan waspada.
Pada saat ini kondisi negara kita dalam protes yang di lakukan oleh rakyat kepada DPRI, Mentri-mentri dan Presiden. Suara rakyat menggema menutut keadilan di setiap daerah dan wilayah Indonesia, akankah ini bukti dari ramalan dari keterangan tulisan di atas, melihat peristiwa yang terjadi sangat mirip sekali. Ramalan dapat di jadikan tolak ukur dan rumus dalam menjalani roda pemerintahan agar ada batas dalam pergerakan menjalani roda pemerintahan. Jika Pemerintah tidak adil pada rakyat, rakyat tidak patuh pada ajaran agama, akhlak rusak, nilai adat budaya hilang maka kejadian-kejadian yang di sebut dalam ramalan akan berulang terjadi. Sekian saya persembahkan tulisan ini agar menjadi pengetahuan dan kesadaran diri kita. Leluhur tanah air kita sudah memberikan aba- aba pada kita untuk dapat di jadikan pengendali diri. Jangan lupakan amanat leluhur Nusantara, tetap berpegangan pada agama, adat budaya kita, sebagai kekuatan jati diri bangsa.(Ambu Laras)